Disampaikan
dalam diskusi edukasi Pusaka Pendidikan dan BEM FIS UNY. “Ujian Nasional;
Antara Pemetaan Mutu dan Penentu Kelulusan”.
Kamis,
10 Mei 2012 di Aula FE UNY.
Agar Tak Was-was dengan Ujian Nasional
(Ahlan wa Sahlan
Wahai Ujian!)
Oleh Suwandi*)
Hingar-bingar, bahkan ‘karut-marut’
menyertai perhelatan akbar tahunan, Ujian Nasional yang disingkat Unas atau UN.
Hal ini menunjukkan UN telah menjadi perhatian dan milik bersama. Plesetan UN
pun bermunculan, seperti Ujian Niat, Uji Nyali, Ujian Na’as, Ujian Nasib. Ya,
adanya pro-kontra di era kini merupakan hal biasa.
Akan hanya ujian, sebenarnya hal biasa
dalam hidup. Bahkan merupakan keniscayaan atau keharusan. Hampir di semua sisi
kehidupan ada ujian. Dengan adanya ujian akan ketahuan mana dan siapa yang terbaik. Kompetisi ada sejak adanya
manusia. Fastabiqul-khairat. Idealnya
kita selalu siap untuk selalu diuji.
Hanya
kadang siswa, guru, sekolah dan pemerintah tak siap. Nampak pada program yang
sangat sibuk dengan try out demi
Unas. Guru berubah menjadi tentor, tak lagi pendidik. Sekolah menjadi bimbel,
bukan tranfer of values. Pemerataan sarana prasarana dan dana
pendidikan belum optimal sudah diuji secara nasional. Meski demikian, tulisan
ini lebih condong untuk ‘menerima’ atau pro unas. Berikut kami kutip dua
artikel penulis.
Sukses Unas :
ABCDEFGHIJ
(Dimuat di Majalah BAKTI,
Kanwil Kemenag DIY, Januari 2012, hal. 18)
Musim Unas, mulai 16-19 April, tak akan
jadi masalah bagi siswa yang berkarakter pembelajar dan punya komitmen selalu
belajar. Tipe pelajar ini akan belajar terus-menerus, kapan pun dan dimana pun.
Motivasi belajar mereka bukan hanya karena akan ujian atau ulangan. Namun
sayang jumlah siswa yang demikian ini relatif sedikit. Masih banyak siswa yang
belajar hanya karena akan ulangan dan semacamnya. Bagi siswa ini Unas akan
menjadi masalah besar. Untuk mereka tulisan ini ditujukan.
Kiat sukses Unas disingkat dengan akronim
alfabetis : ABCDEFGHIJ. Pertama, Antusias. Kata ini
berasal dari bahasa asing en (di
dalam), theos (Tuhan), isme (paham). Jadi, antusias bermakna
‘Tuhan ada di dalam diri’. Inalloha ma’anaa. Jika antusias sudah
merasuk, maka siapa pun akan bersemangat dalam hidup dan menghadapi ujian yang
berat sekali pun. Ujian adalah keniscayaan. Datangnya disambut dengan keyakinan
bahwa ia mampu menghadapi dengan segenap persiapan. Niat atau motivasi akan
selalu menyala dari dalam diri, tak perlu diingatkan untuk belajar. Belajar
merupakan kebutuhan. Antusias ini menjadi charger bagi siswa.
Kedua, Belajar
Efektif. Mengapa belajar harus efektif? Ya, karena waktu di kelas terminal,
kelas VI SD/MI, kelas IX SMP/MTs, dan kelas XII SMA/SMK/MA akan terasa sebentar
dibanding kelas sebelumnya. Bagaimana belajar yang efektif? Belajarnya
fungsional dan global, diantaranya dengan metode peta pikiran (mind mapping)
sebaiknya diterapkan dalam catatan pribadi dengan tulisan dan gambar
warna-warni. Berbagai sekolah telah lama mempersiapkan siswanya dengan drill
latihan soal. Kadang disertai dengan uji coba (try out) dan tidak hanya
sekali dua kali, namun berkali-kali dengan materi terstruktur sejak kelas awal
hingga akhir. Try out dibuat mirip
dengan situasi sesungguhnya, yang dikenal dengan simulasi. Cara ini dipandang
efektif selama model soal masih tetap pada ranah kognitif.
Ketiga, Cara
Mengatur Waktu. Mengingat waktu yang singkat di kelas akhir, sudah seharusnya
siswa bisa mengatur waktu. Semua dianugerahi waktu yang sama-sama 24 jam dalam
sehari-semalam, 60 menit dalam satu jamnya, dan 60 detik dalam setiap menitnya.
Meski akumulatif umur seseorang berbeda, akan tetapi kita tak tahu berapa
jumlah akhirnya. Namun mengapa hasilnya berbeda? Tak lain disebabkan oleh mampu
atau tidak dalam manajemen waktu.
Jika
mungkin jadikan belajar itu sebagai kebutuhan dan hiburan, hingga tak akan merasa tersiksa dengan belajar keras
menjelang Unas. Refreshing memang diperlukan saat suntuk belajar. Namun
usahakan tak menyita waktu lama. Sebab kelak bila menyesal karena tak
memanfaatkan waktu secara baik, tak akan bisa diulangi kembali ke masa lalu.
Keempat, Doa dan
ibadah. Saat penulis membimbing dan mendampingi siswa kelas XII ada yang bertanya, apa doa yang ces pleng dan
mujarab untuk lulus Unas? Ketika jenuh
mungkin saja pertanyaan itu muncul, hingga perlu jawaban yang tepat. Masalahnya
adalah doa apa dan oleh siapa? Tentu doa kesuksesan, doa keselamatan
dunia-akhirat. Siapa saja yang harus berdoa dan beribadah? Siswa yang
bersangkutan, orang tua atau keluarga, dan segenap warga sekolah. Jika doa
bersama-sama ini terlaksana pasti akan menambah ketenangan siswa. Jika jiwa
telah tenang, separuh kemenangan teraih.
Kelima, Empati.
Doa kita menambah tenang, juga sebagai wujud kepedulian pada siswa. Siswa
sangat membutuhkan empati (felling in), minimal sekadar simpati (feeling
on) dari orang sekitar. Keluarga dan masyarakat yang empatis akan membantu
menciptakan suasana rumah dan lingkungan kondusif untuk belajar.
Keenam, Fokus.
Dalam melakukan sesuatu kita akan berhasil maksimal bila dilakukan dengan
memusatkan perhatian. Dari sholat kita dapat pelajaran tentang khusyuk, akan
lebih baik bila kita terapkan di luar sholat. Pengalaman menunjukkan bahwa
hingga kini sinar matahari tak mampu membakar sampah secara langsung. Mengapa?
Karena sinar datang menyebar (divergen). Namun keadaan akan lain, bila
sinar matahari dikumpulkan dengan lup. Sinar terpusat (konvergen) ini
akan mampu membakar sampah, bahkan baja sekali pun. Tak lain karena sinar jatuh
di titik api (fokus) dan diarahkan ke tujuan atau target.
Ketujuh, Goal
atau tujuan. Apa tujuan Unas? Apa tujuan belajar? Apa tujuan hidup? Jika
siswa mampu menjawab secara tepat pertanyaan ini, niscaya siswa tak akan malas
dalam belajar. Apa yang diperoleh dari kemalasan? Selain kepuasan semu dan
sesaat serta penyesalan di akhir. Dengan mengingat tujuan setelah lulus Unas
sebagai target antara dengan tujuan atau cita-cita siswa akan lebih semangat
dalam menempuh Unas.
Kedelapan, Harapan.
Ada dua nilai dalam hidup, yakni nilai harapan atau idealita (das sollen)
dan nilai kenyataan atau realita (das sein). Agar ada perubahan dari
idealita menjadi realita perlu usaha dan kerja keras (das werden) hingga
mengeluarkan keringat. Menyitir kata-kata Edison, “Sukses adalah 1 % inspirasi
atau bakat dan 99 % perspirasi atau keringat”. Yang sering terjadi
banyak siswa merasa telah berusaha maksimal, padahal sejatinya belum jika
dibandingkan dengan siswa dari sekolah lain yang banyak ‘reuni’ karena diterima
di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ingatlah, proses luar biasa akan melahirkan keadaan
yang luar biasa.
Kesembilan, Ikhlas. Sebagai tanda ikhlas tak mengeluh dalam menikmati
proses menuju sukses. Termasuk kategori ikhlas, andaikata gagal Unas, ia terima
dan tetap tawakal serta berusaha mengatasi masalah. Tahun ini relatif tenang
mengingat nilai raport pun diperhitungkan dengan bobot 40 %. Jadi, tak hanya
nilai Unas an sich.
Kesepuluh, Jujur. The last but
not least. Jujur akan mujur atau beruntung. Hingga tak terpengaruh
teman-teman untuk menyontek berjamaah. Memang berat, namun mulia. Insya Allah
barakah ilmunya.
Untuk
itu perlu diingat bagian dari ayat Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159, “....Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” Dan moto berikut:
“Untuk sukses, banyak jalan dan untuk gagal, banyak alasan.” Man jadda wa
jadda. Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan. Dengan kesepuluh
kiat di atas, semoga Anda, para siswa madrasah khususnya dan siswa sekolah pada
umumnya, sukses. Amiin. Insya Allah.
Kiat ‘SMART’ Hadapi
Pengumuman UN
(Dimuat di Koran Republika;
Senin, 30 April 2012, halaman 21)
Pascaujian
Nasional banyak siswa harap-harap cemas (H2C). Berharap lulus dan
cemas bila tak lulus. Siswa, guru/kepala sekolah dan orang tua, menunggu
pengumuman UN di hari Sabtu, 26 Mei untuk tingkat menengah atas dan sesudahnya
bagi sekolah di bawahnya.
Kondisi
psikologis ini wajar dan manusiawi.
Namun sebagai umat beragama semestinya tidak perlu cemas berlebihan manakala
telah berusaha maksimal. Kini tinggal berserah diri. Yang pasti hanya ada dua
kondisi, lulus atau tak lulus.
Bila lulus, semua pihak senang dan bersyukur
kepada Tuhan Allah YME, berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu. Bukankah untuk sebuah kesuksesan pasti ada andil orang lain. Meski
lulus, tetap ada masalah.
Masalahnya,
setelah lulus mau apa dan kemana? Setidaknya ada dua peluang, kuliah atau
kerja. Bisa juga kuliah sambil kerja sambilan paruh waktu. Namun ada syarat,
harus pintar-pintar membagi waktu. Dan pintar pula memilih perguruan tinggi
yang sesuai dengan kemampuan dan cita-cita.
Alternatif lain, bila belum mungkin
melanjutkan kuliah, maka kerja dulu kuliah kemudian. Kondisi miskin bukan
halangan untuk kuliah. Buktinya bagi siswa yang termasuk ‘mister’
(miskin tetapi pinter) dan berkarakter, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pun
menyediakan jalur Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) ataupun Bidik
Misi.
Tak ada siswa yang ingin gagal. Bila
gagal, rata-rata menganggap sebagai
kiamat, seolah tak ada alternatif. Gagal UN tidak identik gagal hidup.
Dunia belum berakhir, meski tak lulus UN. Lalu apa yang harus dilakukan siswa
jika gagal? Bertindak cerdas, dengan akronim SMART.
Pertama, Siap menghadapi kenyataan
meski pahit. Jangan lupa petuah luhur, “Hadapi kenyataan, lupakan kemarin dan
tantang hari depan”. Ciri remaja bijak dengan yang tidak, terletak pada kemampuan
menghadapi keadaan yang tak terduga secara tepat.
Kedua, Mawas diri. Tak usah mencari
siapa yang salah. Ingatlah saat tak mawas diri, kita sendiri yang rugi.
Perasaan uring-uringan muncul.
Menyalahkan orang lain justru kontraproduktif.
Ketiga, Akui kelemahan diri dan
atasi kegagalan dengan management by anticipation dan bukan by
accident. Berpikirlah nanti bagaimana? dan bukan bagaimana nanti! Orang yang berpikir ‘nanti bagaimana’
termasuk orang yang visioner, mementingkan masa depan dan tidak terjebak pada
masa kini apalagi masa lalu. Sedangkan remaja yang berpedoman ‘bagaimana nanti’
cenderung menyepelekan persoalan, meremehkan masalah, bahkan mendekati cuek.
Akhirnya dia sendiri yang akan menyesal. Pepatah mengatakan, ‘pikir dahulu
pendapatan, sesal kemudian tiada berguna’.
Keempat, Realistis. Berpikir
dan bertindak realistis. Mau belajar dari pengalaman. Kisah sukses siapa
pun pasti lebih banyak kisah kegagalan. Buku inspiring, tentang kisah
sukses seseorang pasti didahului kisah gagal yang bertubi-tubi.
Soichiro
Honda menegaskan, “Kesuksesan adalah 99%
kegagalan”. Kegagalan itu alami dan manusiawi. Tak ada orang yang tak pernah
gagal. Jika bereaksi negatif terhadap kegagalan, tak menyelesaikan masalah,
malah akan menambah masalah.
Mungkin
ada remaja yang mengatakan bahwa bersikap realistis saat gagal itu sulit, tidak
mungkin. Pendapat ini harus diubah menjadi realistis itu sulit tapi bisa dan
mungkin. Bagi siswa bertipe visual, sudah selayaknya membaca buku kisah
sukses para tokoh dan orang-orang besar yang besar jiwanya. Mendengarkan video
inspiratif dan mencari nasihat guru BP, ustaz dan orang tua. Ini bagi siswa
tipe auditori. Untuk siswa yang kinestetik, segera keluar rumah
dan tahan rasa malu, cari kegiatan positif.
Kelima, Tekun dan Tawakal.
Arti tawakal bukan pasrah bongkokan. Namun tetap ikhtiar dan selalu
mencari peluang baru. Sikap tawakal harus diikuti dengan ketekunan menikmati
proses. Insya Allah dengan tips
‘SMART’ ini diamalkan akan menghasilkan kekuatan yang luar biasa, kesuksesan di
masa depan.
Bagi
siswa yang gagal, dukungan keluarga dan guru sangat dibutuhkan. Jika usaha
telah optimal, sekolah tak perlu malu jika ada siswa yang tak lulus.
Berpikirlah positif, kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda. Dalam hidup
memang harus memilih dan setiap pilihan ada risiko.
***
Harapan
1.
Meningkatkan
fungsi UN di SMA/SMK/MA sebagai instrumen evaluasi dan sebagai alat seleksi
masuk perguruan tinggi, sebagaimana siswa SD/MI dan SMP/MTs, dengan konsekuensi
meningkatkan mutu soal dan penyelengaraan ujian.
2.
Sesegera
mungkin ada pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia bagi semua anak bangsa
hingga semua tak perlu was-was menghadapi Unas.
3.
Terbentuk
siswa yang berkarakter pembelajar dan jujur. Kapan pun dan dimana pun belajar.
4.
Kian
naik kepercayaan (trust) masyarakat
terhadap penyelenggara Unas dari Pusat sampai daerah.
5.
Pisahkan
anggaran gaji guru dengan anggaran pendidikan dalam APBN.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Guru MAN Yogyakarta III (Mayoga). Jln.
Magelang KM 4 Sinduadi Mlati Sleman.
0 komentar:
Posting Komentar